Hai Blog apa kabar? Sebetulnya agak sedikit mencuri - curi waktu juga sih menulis ini ya tapi gak
apa - setidaknya ini sebagai bagian
untuk saya agar bisa sedikit memahami perjalanan kehidupan, bukan ini bukan
sebuah postingan galau tapi ini bisa dibilang sedikit serius, walaupun untuk
para tentara di medan perang sana hal yang serius hanyalah hidup, mati, dan
amunisi.
Akhir – akhir ini saya dilanda penyakit malas, sangat malas
yang bahkan saya sendiri sangat benci pada diri sendiri. Aneh memang bagaimana
sebuah keputusan sendiri yang diambil secara sadar dan sehat wal afiat bisa
menimbulkan penyesalan. Contoh kecilnya adalah bangun siang, ya “5 menit lagi”
atau “tidur sebentar saja setelah ibadah shubuh” kemudian berangkat kantor
kesiangan, itu benar – benar membuat kesal. Kebencian saya kepada diri sendiri
(baca : malas) bukan tanpa alasan, selain hal kecil yang sudah saya ceritakan
di atas, beberapa hal benar – benar memukul diri saya, keras sekali, hingga
lebam, pikiran saya yang lebam.

Bulan lalu pertama kalinya saya menyelenggarakan kompetisi
sendiri, bukan sendirian namun saya sebagai penanggung jawab yang sebelumnya
saya hanya sebagai pelaksana yang melakukan pekerjaan sesuai instruksi dari
atasan. Kali ini lain, saya harus mengatur dan mengolah segala persiapannya,
persiapan untuk sebuah event berskala Nasional. Okay mari kita lupakan masalah
skala kegiatan tersebut, bukan itu yang mau saya angkat tapi masalah manajemen
diri saya dan penerapannya pada kegiatan tersebut. Entah kenapa profit dari event
tersebut seperti paku yang tertancap dalam di dahi saya pikiran saya semata –
mata tentang profit membuat saya jadi sedikit pelit, saya terlalu arogan hingga
merasa saya bisa melakukan semuanya sendiri. Hal ini lah yang membuat saya
tidak mencari orang lain untuk masuk ke dalam tim dan menambah beban pekerjaan
saya, alih – alih hemat biaya saya malahan keteteran. Selain masalah profit
masalah kepercayaan juga melanda saya, bukanlah kepercayaan saya kepada Allah
Tuhan semesta alam, namun kepercayaan saya kepada staff saya. Bukannya saya
berikan ilmu kepada mereka agar bisa membantu saya, saya malah berusaha
mengerjakan semuanya sendiri, semuanya hampir tanpa terkecuali. Alhasil, event
saya hanya berhasil 50%, walaupun pujian yang datang tidak sedikit, saya hanya
bisa berdiri termangu menyesal dengan tersenyum kecut. Jabatan tangan dan
pujian tidak sedikitpun menyembuhkan penyesalan saya, karena saya mengerti
bahwa ini bukan yang terbaik, dibalik itu masih banyak keluhan yang menyatakan
bahwa kegiatan ini tidak sepenuhnya berhasil.
Aneh, sekali lagi aneh. Pada awalnya saya bicara malas
kenapa cerita tentang kompetisi tersebut saya kelihatannya rajin sekali? Yup,
itu adalah sebuah excitement untuk pengakuan diri bahwa saya bisa, saya bisa
menghasilkan profit yang besar tetapi tidak didukung dengan persiapan yang
matang, setidaknya jika saya bukanlah seorang yang malas saya akan habiskan
waktu untuk membuat anggaran yang lebih matang dan melatih staff saya agar saya
bisa lebih memiliki kepercayaan kepada mereka.
Itu satu hal yang membosankan yang membuat saya bisa melihat
lebih dalam terhadap apa yang sebetulnya harus saya lakukan? Saya seorang
lulusan Fakultas Ekonomi yang memiliki bakat di bidang seni music dan rupa
kemudian terjebak dalam usaha jasa. Itulah kesalahannya, saya merasa bahwa saya
secara terpaksa harus bekerja seperti sekarang. Sialan memang, manusia
dilahirkan dengan sifat alami yaitu gemar mengeluh. Tidak percaya? Silahkan lihat
garis waktu Facebook dan Twitter anda, berapa persen dari status update
tersebut menyiratkan keluhan? Kita mungkin salah satunya iya bukan?
Rasa malas saya sepertinya telah menemukan ujungnya,
walaupun saya tidak bisa menjamin seratus persen karena manusia adalah
gudangnya lupa, lupa bersyukur saat mengalami kesenangan dan penyesalan hanya
hadir di saat mengalami kesulitan. Lebamnya semakin biru, membuat saya sadar
bahwa semua kegagalan yang hadir bukan karena orang lain atau situasi, tp
karena diri sendiri. Saya menantang kepada semua orang yang membaca blog ini,
berapa persen kegagalan hidup anda diakibatkan bukan karena diri sendiri? Tidak
lulus apakah karena soal ujiannya terlalu susah? Salah pemerintah atau sekolah
kah? Atau kita yang malas untuk belajar? Atau belajar tapi kurang tekun?
Kegagalan bukanlah suatu hal yang tabu dan dilarang, namun usahakanlah apabila
memang kegagalan harus terjadi upaya yang dilakukan sebelum mengalami kegagalan
haruslah sebuah upaya / perjuangan yang maksimal.
Ah saya masih saja mengeluh, iya terkadang padahal itu
adalah salah satu faktor yang membuat kita malas dan tidak bergairah. Mengeluh
berarti pesimis, mengeluh bukanlah usaha memperbaiki masalah. Karena ketika
masalah itu hadir, kita tahu gap apa yang hadir di antar realita dan harapan,
kita tahu solusi apa yang bisa kita dapatkan. Jika tidak tahu, berdoalah,
bagaimanapun mengeluh tidak punya derajat apapun dalam menyelesaikan masalah.
 |
Gambar Hanya Ilustrasi |
Barusan dalam perjalanan ke kantor, saya mampir ke tukang
bensin eceran karena melalui jalan desa yang tidak ada SPBU. Penjualnya anak
kecil, kira – kira umurnya 8 tahun, seusia dengan keponakan saya. Wajahnya
cantik namun kotor penuh debu dan oli. Tangan kecilnya meraih botol besar
berisi bensin dan dengan susah payah menuangkannya ke atas tangki motor saya.
Saya tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya “adik sekolah?” , “iya”
jawabnya singkat. Alhamdulillah, dia masih bisa mengenyam pendidikan. Sembari
pergi saya berucap “sukses ya dik, yang rajin sekolahnya” si adik tersenyum
dengan kaku, mungkin malu karena tidak kenal saya.
Ya Allah, seandainya hidup ini bisa menggunakan “cheat code”
layaknya permainan di Game Console, saya akan buat stamina, kreatifitas, dan sifat
rajin saya “unlimited”.
“Allahumma ‘aini ‘alaa dzikrika wa syukrika wa husni
ibadatika”
-ya Allah tolonglah saya untuk bisa selalu mengingatmu,
bersyukur kepadamu, dan memperbaiki ibadahku- Amiin