Office Break, sejenak memindahkan tab dari pekerjaan ke hal - hal yang bersifat unfaedah, kalo gak scrolling social media timeline, youtube, ya window shopping di e-commerce. Entah ada angin apa tiba - tiba teringat dulu pernah punya blackberry jadul, yaitu blackberry 8700v akhirnya masukkan angka "8-7-0-0" ke dalam kolom pencarian.
"ready kak", kata sellernya merespon, Harganya hanya Rp. 300.000,- Murah ya? padahal 9 tahun lalu saya beli 250rb yang versi CDMA dan bisa dipakai. Hehe. Kesurupan akhirnya dibeli juga, padahal di rumah sudah berapa hape jadul yang sudah tidak bisa digunakan karena teknologi sudah sangat jauh tertinggal. Tapi Blackberry ini, saya berani ambil resiko kesurupan (untuk beli) karena ada nilai yang saya mau ambil di saat ini saya bego aja
Saat tiba di rumah, saya langsung unbox blackberry ini. Hanya ada unit, baterai, dan charger. Keadaan fisiknya terus terang masih sangat mulus, dan kelihatannya bukan barang refurbish atau KW. Devicenya original, setelah saya cek imeinya device tersebut dirilis untuk konsumen di German, Bahasanya masih German dan Keyboardnya QWERTZ bukan QWERTY, saya sedikit menggerutu karena sellernya gak kasih tahu. Sebagai orang indonesia yang tidak familiar dengan QWERTZ, terus terang ini menjadi kendala dalam mengetik.
Sangat disayangkan, sudah tidak ada device dengan bentuk seperti ini lagi. Semua device sudah serupa, flat thin bar with glass sandwich. Layar semua di depan, semua operasi dilakukan langsung di layar, dan tentu saja ini adalah interaksi paling mutakhir daripada, joystick, trackwheel, trackpad, dan physical keyboard. Tapi yah manusia, ada aja yang ingin merasa berbeda.
Memang ponsel lipat sudah mulai hadir, tapi itu hanya berbeda dari form factor saja, overall masih sama, layar yang dilipat, atau ditambah jumlahnya. Yang unik dari blackberry ini adalah, layarnya yang kecil masih cukup untuk menampilkan informasi yang kita mau, its wonderful sebelum era dimana kita butuh netflix dan PUBG, layar seperti itu sudah cukup untuk sebuah ponsel.
Saya coba masukkan simcard operator lokal, dan tidak bisa, SOS katanya, atau "phone not allowed mm6" saya coba operator lain, masalahnya serupa, sampai akhirnya si blackberry ini berbaik hati sedikit, ada sinyalnya walau 1 atau 2 bar, dan bisa digunakan sms maupun telepon. Saya mengira apakah GRPS atau EDGE ini sudah sekarat, dan akan segera disuntik mati sehingga ponsel dengan koneksi tersebut kesulitan mendapatkan sinyal.
Sudah tidak ada BIS "Blackberry Internet Service" atau "Blackberry Plan" dari operator manapun, atau setidaknya informasi yang saya terima begitu. Jadilah ponsel ini hanya bisa dipakai telepon dan sms saja,yang tentu saja tidak ada manusia lain yang akan setuju untuk membalas sms saya karena pulsa habis untuk kuota. Hahaha
Saya mau cerita sedikit alasannya kenapa tiba - tiba mengambil resiko membeli handphone ini, yang bahkan dijadikan koleksi saja entahlah apa ada nilainya, jadi begini. Kadang ingin saya "detox smartphone" misalkan di weekend, yang mungkin tidak akan menerima informasi baik pekerjaan maupun sosial media, handphone akan kembali ke fungsi dimana saya akan gunakan kita saya butuh menghubungi orang lain, atau orang lain yang membutuhkan saya. But, forget it, we gonna way unconnected. Karena seperti saya sampaikan di atas, tidak akan ada yang menghubungi kita melalui jalur GSM kecuali telemarketer dan customer service operator, yang berarti TIDAK ADA KENALAN KITA yang akan menghubungi kita. Semua orang akan memilih menggunakan telepon dan text melalui aplikasi online messaging seperti whatsapp dan facebook messenger. Ketika kita dihubungi tidak aktif, kecuali urgent, mereka tidak akan berusaha terus menghubungi apalagi menggunakan jalur GSM, its almost not happening anytime anywhere anyway.
Alasan detox smartphone malah menjadi terasing, dan jika belum ada makanan dophamin lain selain smartphone, rasanya seperti mau muntah. Jadi sebaiknya sebelum memutuskan berhenti menggunakan smartphone, lebih baik cari dulu kegiatan yang rutin kita lakukan tanpa menggunakan teknologi, olahraga dan traveling misalnya.
Atau opsi lainnya, gunakan smartphone lowend yang paling tidak masih bisa menggunakan messaging service, KAIos phone misalnya, atau android yang masih menggunakan lollipop OS, hehe. Membeli blackberry 8700 adalah jebakan nostalgia yang entah keberapa kali untuk saya, rasanya rindu sekali menggunakan smartphone yang sangat membantu kebutuhan pekerjaan sosial dan pekerjaan, tapi kita masih menjadi tuannya. Hari ini, untuk saya, saya sudah menjadi budak dari smartphone itu sendiri. Berbagai alasan membenarkan, tapi hanya ada penyesalan "kenapa saya menghabiskan waktu 3 jam sehari untuk scrolling instagram" dan blackberry ini akan berakhir di lemari sebagaimana ponsel - ponsel fitur lain yang saya miliki, dan istri saya pun hanya bisa geleng - geleng kepala melihat lagi kebodohan suaminya.
Ya sudah, saya mau main COD Mobile dulu