Kamis, 28 Oktober 2021



Office Break, sejenak memindahkan tab dari pekerjaan ke hal - hal yang bersifat unfaedah, kalo gak scrolling social media timeline, youtube, ya window shopping di e-commerce. Entah ada angin apa tiba - tiba teringat dulu pernah punya blackberry jadul, yaitu blackberry 8700v akhirnya masukkan angka "8-7-0-0" ke dalam kolom pencarian.

"ready kak", kata sellernya merespon, Harganya hanya Rp. 300.000,- Murah ya? padahal 9 tahun lalu saya beli 250rb yang versi CDMA dan bisa dipakai. Hehe. Kesurupan akhirnya dibeli juga, padahal di rumah sudah berapa hape jadul yang sudah tidak bisa digunakan karena teknologi sudah sangat jauh tertinggal. Tapi Blackberry ini, saya berani ambil resiko kesurupan (untuk beli) karena ada nilai yang saya mau ambil di saat ini saya bego aja

Saat tiba di rumah, saya langsung unbox blackberry ini. Hanya ada unit, baterai, dan charger. Keadaan fisiknya terus terang masih sangat mulus, dan kelihatannya bukan barang refurbish atau KW. Devicenya original, setelah saya cek imeinya device tersebut dirilis untuk konsumen di German, Bahasanya masih German dan Keyboardnya QWERTZ bukan QWERTY, saya sedikit menggerutu karena sellernya gak kasih tahu. Sebagai orang indonesia yang tidak familiar dengan QWERTZ, terus terang ini menjadi kendala dalam mengetik.

Sangat disayangkan, sudah tidak ada device dengan bentuk seperti ini lagi. Semua device sudah serupa, flat thin bar with glass sandwich. Layar semua di depan, semua operasi dilakukan langsung di layar, dan tentu saja ini adalah interaksi paling mutakhir daripada, joystick, trackwheel, trackpad, dan physical keyboard. Tapi yah manusia, ada aja yang ingin merasa berbeda.

Memang ponsel lipat sudah mulai hadir, tapi itu hanya berbeda dari form factor saja, overall masih sama, layar yang dilipat, atau ditambah jumlahnya. Yang unik dari blackberry ini adalah, layarnya yang kecil masih cukup untuk menampilkan informasi yang kita mau, its wonderful sebelum era dimana kita butuh netflix dan PUBG, layar seperti itu sudah cukup untuk sebuah ponsel.



Saya coba masukkan simcard operator lokal, dan tidak bisa, SOS katanya, atau "phone not allowed mm6" saya coba operator lain, masalahnya serupa, sampai akhirnya si blackberry ini berbaik hati sedikit, ada sinyalnya walau 1 atau 2 bar, dan bisa digunakan sms maupun telepon. Saya mengira apakah GRPS atau EDGE ini sudah sekarat, dan akan segera disuntik mati sehingga ponsel dengan koneksi tersebut kesulitan mendapatkan sinyal.

Sudah tidak ada BIS "Blackberry Internet Service" atau "Blackberry Plan" dari operator manapun, atau setidaknya informasi yang saya terima begitu. Jadilah ponsel ini hanya bisa dipakai telepon dan sms saja,yang tentu saja tidak ada manusia lain yang akan setuju untuk membalas sms saya karena pulsa habis untuk kuota. Hahaha

Saya mau cerita sedikit alasannya kenapa tiba - tiba mengambil resiko membeli handphone ini, yang bahkan dijadikan koleksi saja entahlah apa ada nilainya, jadi begini. Kadang ingin saya "detox smartphone" misalkan di weekend, yang mungkin tidak akan menerima informasi baik pekerjaan maupun sosial media, handphone akan kembali ke fungsi dimana saya akan gunakan kita saya butuh menghubungi orang lain, atau orang lain yang membutuhkan saya. But, forget it, we gonna way unconnected. Karena seperti saya sampaikan di atas, tidak akan ada yang menghubungi kita melalui jalur GSM kecuali telemarketer dan customer service operator, yang berarti TIDAK ADA KENALAN KITA yang akan menghubungi kita. Semua orang akan memilih menggunakan telepon dan text melalui aplikasi online messaging seperti whatsapp dan facebook messenger. Ketika kita dihubungi tidak aktif, kecuali urgent, mereka tidak akan berusaha terus menghubungi apalagi menggunakan jalur GSM, its almost not happening anytime anywhere anyway.

Alasan detox smartphone malah menjadi terasing, dan jika belum ada makanan dophamin lain selain smartphone, rasanya seperti mau muntah. Jadi sebaiknya sebelum memutuskan berhenti menggunakan smartphone, lebih baik cari dulu kegiatan yang rutin kita lakukan tanpa menggunakan teknologi, olahraga dan traveling misalnya.

Atau opsi lainnya, gunakan smartphone lowend yang paling tidak masih bisa menggunakan messaging service, KAIos phone misalnya, atau android yang masih menggunakan lollipop OS, hehe. Membeli blackberry 8700 adalah jebakan nostalgia yang entah keberapa kali untuk saya, rasanya rindu sekali menggunakan smartphone yang sangat membantu kebutuhan pekerjaan sosial dan pekerjaan, tapi kita masih menjadi tuannya. Hari ini, untuk saya, saya sudah menjadi budak dari smartphone itu sendiri. Berbagai alasan membenarkan, tapi hanya ada penyesalan "kenapa saya menghabiskan waktu 3 jam sehari untuk scrolling instagram" dan blackberry ini akan berakhir di lemari sebagaimana ponsel - ponsel fitur lain yang saya miliki, dan istri saya pun hanya bisa geleng - geleng kepala melihat lagi kebodohan suaminya.

Ya sudah, saya mau main COD Mobile dulu

Selasa, 19 Januari 2021

Kemana larinya imajinasi?

 Kreatifitas dan Imajinasi menjadi barang mahal seketika kamu mulai menyentuh masa dewasa. Bukan, 18 tahun ke atas bukan dewasa, mampu beradegan dewasa sih bisa jadi, tapi dewasa dengan datangnya masalah yang memang harus hadir untuk bisa dicari solusinya sendiri, atau bersama - sama, yang pasti bukan ditinggal lari.

Seketika dewasa itu datang, skala prioritas juga menjadi pakaian sehari - hari yang tidak bisa ditanggalkan. Oleh karena itu, imajinasi bukan lagi prioritas, karena kita akan sibuk bagaimana caranya memecahkan masalah yang datang silih berganti. Kewajiban - kewajiban yang tidak pernah ada habisnya, hak - hak yang terkadang kita sudah lelah menuntutnya karena, entahlah, masih adakah jalan mendapatkannya?

Karena habisnya pikiran kita bagaimana menjaga realita tetap ada pada jalurnya, imajinasi sudah tidak ada tempatnya lagi. Kita hidup bekerja sebagai pelaksana, menetapkan sesuatu tetap pada titiannya. Gaji ke gaji ke gaji ke gaji, hingga THR, dan kembali lagi gaji. Buat apa imajinasi? kecuali itu bisa menjadi nasi atau susu, karena tidak mengenyangkan aku, kamu, atau anak - anak kita bukan?

Kamu rindu imajinasi? lihat saja blog ini, imajinasi hanya ada satu tahun sekali. Welcome 2021

Selasa, 07 Juli 2020

Pengalaman Pakai Realme 5i, kapok pakai Flagship

Halo teman - teman pembaca yang budiman,

Udah lama nggak nulis di Blog ini lagi, okay - okay, cukup sudah tentang hidup dan motivasinya, paling tidak mari kita bicara satu hal yang membuat kita manusia menjadi manusia di tahun 2020 ini, yaitu Smartphone. Saya ingat masa dimana mulai menulis di Blog ini, masih pakai feature phone, sehingga kebiasaan menulis Blog pasti dilakukan melalui Personal Computer pada saat itu. Okay it's not personal, karena PC punya kantor waktu itu. Laptop lebih sering offline, dan kecepatan internet mobile masih sangat buruk pada waktu itu, 2G? iyuh, lebih baik pake internet kabel untuk urusan online.

Fast forward ke depan mengenal blackberry, hubungan dengan voice calling semakin jarang, semua orang keranjingan mengirim pesan! telepon? nggak ada pulsa, kok bisa? iya habis buat Beli Kuota Blackberry Internet Service.




Anyhow, berkat Blackberry juga sudah mulai mengenal menulis blog melalui ponsel, terutama keyboard blackberry sangat bisa diandalkan pada saat itu. Kemudian maju ke depan mengalami punya iPhone, 





Flagship samsung, Nokia Lumia, Sony Xperia, jual ini, beli itu,





saat punya uang beli yang bagus, saat butuh uang jual yang ada. Hingga terakhir saat harus jual iPhone SE





karena keperluan, dapat warisan OPPO A3s untuk keperluan komunikasi.



Oppo A3s bukan ponsel jelek, sudah sangat mampu untuk urusan sekedar hubungan sosial atau bahkan berbisnis. Hanya saja, Ram 2GB dan Rom 16GB SANGAT SEMPIT! Hello, bahkan untuk instal aplikasi Merchant saja tidak bisa, padahal mengandalkan jualan online. Karena Oppo A3s masih dalam keadaan SANGAT BAIK, jadi nggak dijual, diwariskan saja ke anak sekolah yang masa pandemik ini rajin sekali Video Call untuk urusan sekolah. Kemudian saya memilih... tunggu, tunggu... latar belakang akhirnya pilih hape sesuai judul ini adalah.

Naksir banget sama hape dengan Punch hole display, but kayaknya 3 juta mepet ke bawah atau bahkan lebih its too much, at least for me, Hey dont judge me, kalo punya duit juga mau Galaxy Fold, tapi flagship is not my thing right now, ke bagian yang saya mau aja dulu. Saya punya ceklis hape yang pasti jadi idola ;

1. Baterai wajib besar! Kebiasaan pake Oppo A3s yang bertahan bisa sampai 2 hari. Jadi lupa punya Powerbank 10,000 mah
2. Chipset lumayan, paling enggak buat maen game FPS (first person shooter) nggak ngelag. Gak harus rata kanan,yang penting smooth.
3. Minimal ruang penyimpanan 64GB, udah gak bisa pake 32, kalo bisa 128 ya alhamdulillah.

Baterai 5000mah, Snapdragon 665, RAM 4GB ROM 64GB, dan yang gila Harga cuma 2 juta rupiah kurang seribu!!! Kita flashback 3 atau 4 tahun ke belakang, kenapa saya pernah beli flagship. Hape di harga 2 juta ke bawah modelnya sangat jelek dengan mesin yang waduh - gapnya terlalu lebar dengan flagship pada saat itu. Tapi, ternyata eh ternyata, pake flagship yang pada saat itu "glass sandwich" sangat riskan walau dengan case, pas udah rusak atau perlu ada parts diganti (kamera rusak, baterai lemah) biaya perbaikan sangat mahal, sedangkan flagship android pada saat itu update major paling lama 2 tahun? malesin kan? masa di tahun ke-tiga OSnya ketinggalan?

Anyway, fast forward ke 2020, hape midrange bahkan lowend udah bagus banget, urusan desain bisa nyamain flagship beberapa tahun belakangan, display udah enggak redup, tajem, kemudian perpaduan chipset yang enggak terlalu kenceng dengan baterai besar, otomatis hape midrange ke bawah lebih awet dan lebih jarang ngecharge! asik kan. Dengan harga yang serius murah dan worth to money banget, akhirnya beli Realme 5i.





Yang edan adalah, saat datang ke rumah, serius enggak disangka nih hape kokoh banget walau plastik. Iyah plastik, tapi enggak kopong kaya waktu jaman hape plasti baterai misah, ini tuh plastik tapi tightly wrapped gitu ke mesinnya, enggak ada ruang di dalam untuk bikin bodi bisa ditekan atau suara kosong kalau diketuk. Seriously enggak nyangka.

Layar cuma HD plus, kerapatan pixel cuma 270ppi, tapi saya ikut aliran Om Steve Jobs, dengan jarak wajar mata dan handphone pada umumnya (sekitar 20 sd 30cm) hape dengan ppi lebih dari 300ppi tuh OVERKILL! iyah bener banget, dikasih full HD malah berasa tulisan kaya ceking. Layar 2K dan 4K? kalian butuh kalo sering pakai VR, kalo dipake di tangan, HD juga bagus. Tapi, HD+ si Realme 5i ini lebih enak di mata daripada Oppo A3s, ya hampir serupa iPhone yang bukan seri Plus atau Max, tajem kok serius.




Langsung nih hape restore dari Oppo karena kan pakai OS yang sama Color OS, walau yang Realme tentu saja lebih baru, jadi settingan udah sama persis sama hape lama. Install game GTA Vice City yang sebenernya udah lama tamat dari jaman SMA, tapi kan udah beli di play store jadi mau dimaenin donk sayang, sebagai catatan tambahan, di Tablet yang dijual beberapa bulan lalu juga mainin Rockstar Games, Bully dan Max Payne, udah tamat diuninstal. Okay kembali ke Realme, maen GTA disini pasti lah mentok Rata Kanan, toh di Oppo A3s juga udah begitu, cuma yah disini lebih smooth, mungkin FPS lebih stabil daripada di OPPO. Yang asik adalah, yup, COD Mobile! Iya sih gak bisa Graphic Very High dengan FPS Max kaya di iPhone 11 Pro punya bini, tapi Realme 5i yang harganya 10%nya iPhone 11 Pro, ini bisa maen graphic very high dengan FPS high! kalo mau FPS max, turunin graphic ke High! Canggih! gak perlu berebut hape bini gue mau maen CODM!





waktu di Oppo A3s maen COD gak? Jangan ngimpi deh, sakit jiwa mau nembak musuh, ngelag! apalagi pake AWP (eh anak millenials tahu AWP gak? sniper maksudnya) uninstal aja di Oppo A3s mah!

Yaudah urusan design, display, dan performa udah bikin jatuh cinta. Belum lagi baterai edan jadi tenang kalo lembur di kantor, 2 hari coy! Terus apalagi? Kamera? Hmmm, bapak - bapak sih enggak terlalu ngurusin kamera yah? ngomongin megapixel emang cuma 12, tapi itu tajem buat kirim - kirim message atau upload sosmed, harus 40 60 100 megapixel? emang situ foto di hape mau pada dicetak? Anyway, saya kasih instal Gcam walau aplikasi bawaan juga udah keren banget, tapi Gcam ngasih kualitas Foto Portrait jauh lebih baik daripada kamera bawaan, rapih lah bokehnya. Bicara Kamera, mari compare sama 11 Pro Max, apakah Fitur kamera di iPhone ada di Realme 5i?




Portrait mode? Ada, Ultra Wide? Ada, Nightscape? Ada, eh di iPhone ada gak? Slow motion? Ada, Timelapse? Ada, Stabilizer? Ada, EIS, Macro? Ada, eh di iPhone emang ada? Wah jadi ada semua donk? Iya Ada, bagus mana sama iPhone? BAGUS IPHONE LAH! Yah ibarat mau berangkat ke kantor, yang satu Range Rover, yang satu Katana 1994, sama - sama nyampe beda nyamannya aja.




Apalagi bos? Ya pokoknya semua yang dibutuhin ada lah, selain itu, touch enggak delay, mic buat telephone atau Video Call udah jernih, bottom speaker dan earpiece udah jelas dan lantang, suara penelpon di seberang juga enggak echo atau putus - putus, enggak kaya hape china jaman dahulu yang asal chipset bagus tapi dipake telepon gak enak. Durability sudah gorilla glass. Overall, Realme 5i ini di luar ekspektasi saya, bahkan ngerasa betah dan senang banget. Model layar yang 20:9 juga bikin hape makin panjang sehingga view jadi luas. Asik lah pokoknya!

Minggu, 03 November 2019

Ujian Yang Kau Punya, Beryukurlah Nyawa Masih Bersamamu

Teman, ada waktu dimana kita merasa bahwa hidup kita sedang dalam hempasan. Layaknya sebuah kurva, semua terjadi seperti pengulangan. Dulu pernah rendah, kemudian jadi tinggi, lalu mengalami rendah lagi, suatu saat dibuat tinggi lagi. Masalahnya serupa tidak sama, solusinya berbeda namun selalu ada. Kurva itu yang membuat manusia menjadi manusia, si A adalah si A, bukan B. Apalagi ABE berbeda dengan ACE, lain manusia lain karakternya.

 

Mereka bilang menulis harus dengan kekuatan konten, tapi kadang tulisan hanya sebuah gerimis saja untuk rasa yang gersang. Sambil menunggu hujan yg belum datang, walaupun pasti juga tiba. Karena perasaan yang kering, harus bisa bertahan hingga bisa basah lagi.

 

Dilihat ke belakang, tulisan selalu tentang masalah, iya juga itu namanya problem. Karena mana ada solver jika tidak ada problem? Kalau mau klimaks ada masa rendah dulu kan? Supaya jalan menanjak, kita sedang berada di lembah dulu bukan? Pasti ada klimaksnya, pasti ada puncaknya.

 

Teman, selama hidup tinggalkan jejak kaki yang banyak, sehingga orang ingat kita pernah hidup memberi bagian untuk dunia ini. Bukan sekedar mengambilnya.

 

Selasa, 11 Juni 2019

Why Am I so depressed?

Rutinitas, bahkan yang biasa – biasa saja, atau menyenangkan jika berulang akan sangat meresahkan. Hey namanya juga hidup, ya berulang. Hari ini makan pagi, besok juga begitu. Atau hari ini tidak makan, besok tidak punya uang tidak makan juga. Yang berulang makan terus bersyukur donk?

 

Hari ini mandi pagi, besok juga begitu. Hari ini dan esok melewati jalan yang sama. Bangun di tempat tidur yang sama. Manusia mungkin berganti, tadinya dengan saudara, sekarang dengan pasangan hidup. Tadinya di rumah Ayah Ibu, sekarang sudah berpisah rumah.

 

Hidup di zaman sekarang kita dipaksa survive dengan uang. Beli makan dengan uang, berjalan dengan uang, beli bensin dengan uang, pakaian dengan uang, komunikasi dengan uang, dan sosialisasi dengan uang. Punya uang stress, tidak punya uang gak survive.

 

Ada yang salah, system ini salah, kenapa sengaja kita dibuat dependen dengan uang? Bahan makanan yang bisa dimasak banyak, dahulu bisa dipetik, diburu, sekarang harus dibeli dipasar. Kain untuk pakaian dulu bisa tenun atau jahit sendiri, sekarang harus beli di mall. Surat menyurat, berkumpul dengan kawan hanya dengan modal pisang goreng bawa dari rumah, sekarang harus bayar restoran. Punya kuda sendiri beri makan rumput dan jerami, mobil dan motor menguras hampir sepertiga penghasilan tahunan.

 

Ada yang salah, system ini dibuat agar orang jadi gila. Kebohongan di social media, kebahagiaan semu dalam foto, kutipan motivasi yang hanya jadi pajangan. Ketika mencari kebahagiaan spiritual, lupa ada sisi psikologis yg harus dibenahi. Ketika membenahi psiklologis, lupa bahwa manusia makhluk spiritual yang raih bahagia hanya dengan iman.

 

Manusia zaman sekarang dipaksa memilih, keluarga atau pekerjaan? Harta atau waktu? Social atau tabungan? Karir bagus atau banyak teman? Hobi atau ambisi? Cita – cita atau trend? Dahulu semua bisa diraih, karena waktu dan kebahagiaan tidak harus dibeli dengan UANG