Sabtu, 13 Agustus 2011

Syamsul

Tatapan nya masih sama seperti tahun - tahun sebelumnya, langkahnya pun masih serupa, raut wajah belum banyak berubah, hanya saja arah dia menuju lain dari biasanya. Muadzin sudah mengumandangkan azan pertanda masuk waktu zuhur, aku sedikit mempercepat langkah menuju masjid di rumah orang tuaku adar tidak tertinggal waktu berjamaah. Saat itu aku berpapasan dengan Syamsul yang lebih tua dari orang tua ku. Dia menuju ke arah lain, biasanya dia mengikutiku dari belakang menuju mesjid yang sama.

Syamsul, seperti yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Seorang tua yang sudah menjadi kakek dengan sedikit kerusakan mental. Dia kadang memandang dengan tatapan aneh, memaki - maki, berlari kencang tiba - tiba, dan berhenti pun tanpa pemberitahuan. Guratan wajahnya seperti bercerita bahwa dulu pada masanya dia sempat menjadi pemuda yang gagah dan tampan. Hidungnya mancung, tulang matanya dalam, rahangnya proporsional, hanya sekarang keriput dan janggut sudah menyamarkan kejayaannya.

Syamsul menurut gosipnya mengalami masalah serius dalam pekerjaannya, hingga dia berhenti bekerja dan menjadi gila seperti sekarang. Orang - orang bilang dia sudah lebih baik. Dahulu, dia sempat mengganggu tetangga dengan teriakannya dan lemparan batu kepada setiap orang yang melintas depan rumahnya. Sekarang emosinya sudah bisa ditahan, dia bahkan sudah bisa sholat, sholat berjamaah, dengan istiqomah.

Syamsul seorang yang sedikit gila, hampir tidak pernah meninggalkan ibadah sholat berjamaah di mesjid. Miris memang, menyaksikan banyak laki - laki sehat fisik dan mental justru memilih sholat di rumah atau bahkan meninggalkan sholat.

Walau bagaimanapun Syamsul tetaplah seseorang yang belum sehat mentalnya. Dia kadang menari di mesjid, mengeluarkan suara aneh, atau bergerak tidak sesuai dengan gerakan imam. Tingkah lakunya itu membuat dia kadang ditempatkan di luar barisan jamaah, hal ini dilakukan semata - mata demi kekhusyukan jamaah yang lain. Saat dia sholat, anak - anak tidak pernah berhenti mengganggunya dan terkadang orang tua pun menegurnya dengan nada suara tinggi, mereka masih saja tidak terima Syamsul yang sudah dipisahkan itu mengeluarkan suara yang aneh.

Syamsul memandangku, ucapan salamku dijawab olehnya. Aku tidak mengurangi kecepatan langkahku ke mesjid, dan aku bisa melihat dia tetap berjalan ke arah lain. Dia melangkahkan kakinya dengan pasti menuju masjid lain yang lebih jauh. Dia tetap ingin sholat tepat waktu dan berjamaah, walau jalannya tidak mudah, walau sarungnya kadang terinjak, walau panas menyengat otaknya yang belum sembuh benar dari penyakit mentalnya.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar