
Selangkah lagi menuju ke sebuah segmen kehidupan yang baru, yaitu sarjana. Tinggal menunggu waktu, jika tidak ada halangan usaha untuk belajar menghadapi selaput terakhir jenjang pendidikan S1 ini tidaklah menjadi sia - sia. Setidaknya, Ekonomi, sebagai suatu mata pelajaran yang gw senangi bisa diselesaikan sesuai dengan harapan diri gw dan orang tua. Setidaknya perjalanan 4 tahun lebih bergerak dari rumah-kampus-kantor-rumah bukanlah menjadi kegiatan yang tiada artinya.
Manusia, dengan segala keterbatasannya, tidak disalahkan bermimpi, bercita -cita. Begitupun gw, sebagai seorang calon sarjana, mimpi gw lebih dari itu, tapi ya namanya manusia yang penuh dengan keterbatasan.
Gw lahir bisa dibilang dari darah daging seorang seniman. Kakek gw pernah menjadi seorang penulis, ahli sastra sunda dan belanda pada zamannya. Ayah gw seorang pelukis dan penyanyi. Dan gw, hobi melukis dan menyanyi juga. Gw gak bilang gw hebat dalam hal itu, terkadang seorang yang mendalami sesuatu secara otodidak dan sporadis (ini dilakoni itu dilakoni) tidaklah menjadi total dalam suatu hal. Seperti gw yang bisa menggambar yah segitunya, bisa menyanyi ya segitunya, bisa maen gitar ya segitunya, dan bisa maen piano ya segitunya (sangat buruk sekali tepatnya).
Harusnya masuk ke IKJ bukan? kenapa juga harus Fakultas Ekonomi? Entah apakah ada orang lain yang berpikir sama, kalau hidup jika ingin survive harus menyiapkan banyak senjata. Ada senapan, panah, pisau, dan tali. Seperti gw yang punya hobi di seni ini, belajar manajemen, dan sempat bekerja sebagai akuntan. Beberapa orang berkata bahwa hal seperti itu terlalu bersifat ambisius, mungkin, bisa jadi. Perkataan seorang ibu mengingatkan gw seperti apa yang Robin Sharma pernah bilang "bekerjalah dalam suatu bidang dimana orang menganggapmu brillian".
Kesibukan mengurus skripsi dan ujian komprehensif beserta pekerjaan di atas meja kantor yang tidak pernah habis menyingkirkan kesempatan gw mengasah kemampuan bermusik gw. Pernah beberapa orang memuji lagu yang gw ciptakan, bagus, easy listening, berkelas, dan bla bla lainnya, bahkan beberapa orang pernah menawarkan untuk memberi modal latihan dan rekaman untuk bisa dijual dalam format Ring Back Tone. Tapi semua itu hanyalah angin semu, kesibukan semua personil memupuskan itu semua. Seseorang yang pernah menawarkan modal itu akhirnya berkata "uangnya sudah saya gunakan untuk band "anu" yang udah siap tampil" oh gosh I miss my guitar.
Lebay memang, bukan hanya saya sendiri yang memiliki mimpi seperti ini, dan saya percaya, tidak ada mimpi seseorang yang picisan. Bahkan ada yang berharap (hanya) menjadi seorang tukang sapu jalan raya karena idealisme-nya menciptakan lingkungan yang bersih. Bukan harta memang, tapi ada hal abstrak yang sulit diraih. Saya bisa dapatkan dengan usaha sungguh2 apa yang saya ingin atau butuhkan. Itulah kekuatan uang. Tapi sepertinya ada hal yang masih membuat gundah, dan hanya gitar, pensil, (dan skateboard) yang bisa memberi saya ketenangan. Dear God, you know even better if money can't buy happiness.
(Number printed on money shows amount of gold, not amount of happiness)
deh yang mauuu jadi sarjanaaa:D
BalasHapusAmiin :D
BalasHapus